Siasati Kemiskinan


MENSIASATI KEMISKINAN

Oleh: Dr. Zulheldi Hamzah, M.Ag.

Ada “berita gembira” yang baru-baru ini dilansir oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Lembaga ini menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2007 turun 2,13 juta dibanding periode yang sama tahun 2006, yang waktu itu 39,30 juta jiwa atau 17,75 persen dari penduduk Indonesia. Beberapa kalangan tidak menerima data BPS ini. Bagaimana mungkin angka kemiskinan 2007 turun di tengah mahalnya harga sembako yang dipicu dengan beras dan minyak goreng. Kenaikan harga justru mengurangi daya beli masyarakat. Klaim BPS bahwa kenaikan pendapatan rakyat miskin melebihi meroketnya harga sembako sangat diragukan.

Terlepas dari polemik di atas, satu hal yang pasti, sangat banyak rakyat Indonesia yang masih dililit oleh kemiskinan. Sebelum Indonesia terperosok ke dalam krisis ekonomi saja, jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sudah mencapai 22,5 juta. Dapat dibayangkan populasinya hari ini di mana krisis ekonomi tidak kunjung teratasi.

Jalan Terjal Pengentasan Kemiskinan

Berbagai upaya pengentasan kemiskinan telah pernah dilakukan, tapi sering membentur karang kokoh. Setidaknya, ada dua sebab kegagalan tersebut. Pertama, program itu cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin, seperti beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS). Kebiasaan pemerintah yang suka “memberi ikan”, bukan “memberi pancing” ini telah banyak menimbulkan masalah baru. Rakyat miskin dididik menjadi manja dan pundak pemerintah semakin dipenuhi oleh beban-beban permanen. Pemerintah semestinya memancing dan memfasilitasi kerja keras dan kreatifitas rakyat dengan menciptakan berbagai peluang dan lapangan kerja.

Kedua, kurangnya pemahaman pengambil kebijakan tentang penyebab kemiskinan sehingga program yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal. Data dan informasi yang digunakan adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN. Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik. Data dan informasi seperti ini tidak dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar dan heterogen yang mencakup banyak wilayah.

Hemat dan Solider

Sebagai rakyat, di samping menunggu secara aktif kebijakan pemerintah dan tetap optimis serta bekerja keras melepaskan diri dari kemiskinan, ada dua tips jitu untuk mensiasati kondisi buruk ini.

Pertama, hidup hemat. Kemiskinan tidak hanya terjadi karena kecilnya pemasukan, tetapi juga tidak jarang disebabkan oleh besarnya pengeluaran. Hidup hemat merupakan jalan cerdas untuk menghadapi keterjepitan ekonomi saat ini. Gaya hidup konsumtif sesungguhnya merupakan racun berbahaya bagi kestabilan ekonomi keluarga.

Nabi pernah menegur seseorang yang membiarkan begitu saja bangkai kambingnya yang telah mati. Beliau menyuruh orang itu mengambil kulitnya untuk dimanfaatkan, karena yang haramnya hanyalah dagingnya. Dengan menyuruh memanfaat sisa-sisa nilai ekonomis bangkai kambing itu, Rasul ingin mengajarkan hidup hemat dengan cara memperpanjang masa pakai suatu barang. Kita dapat manfaatkan barang-barang yang ada (baju, celana, sepatu, perabot rumah, mainan anak-anak dan lain-lain) secara maksimal. Jangan cepat dibuang dan digudangkan hanya karena sedikit rusak atau ketinggalan mode. Bila perlu, alihkan fungsinya pada yang lain jika tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk fungsi utamanya, seperti baju yang tidak dipakai bisa disulap jadi kain pel.

Kedua, perkuat solidaritas sosial. Jangan dikira orang-orang Muhajirin dan Anshar tidak mengalami kesulitan ekonomi ketika baru hidup bersama di Madinah. Banyak juga dari mereka yang hidup prihatin dan miskin. Tapi semua kesulitan tersebut mereka hadapi bersama-sama dengan saling memberikan perhatian dan bantuan. Mereka menjelma menjadi satu tubuh, di mana semuanya akan merasa sakit dan turut mengobati ketika ada di antara mereka yang menderita.

Seorang sahabat pernah diberi kepala kambing oleh yang lain. Walau dia sangat membutuhkan makanan itu, tapi kepala kambing yang baru saja diterima itu diberikan pada orang lain yang menurutnya lebih butuh. Penerima kedua juga memberikan pada penerima ketiga karena pikirannya sama dengan penerima pertama. Penerima ketiga dan selanjutnya juga seperti sehingga kepala kambing diberikan secara terus menerus dari rumah ke rumah, malahan akhirnya kembali ke rumah orang yang pertama memberikan.

Peristiwa inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat QS. 59:9 yang menyatakan bahwa orang-orang Anshar (kaum muslim) lebih mendahulukan muslim lainnya sekalipun dia dalam kesulitan. Ini benar-benar merupakan sebuah potret masyarakat yang saling asah, asih dan asuh dalam arti sebenarnya serta sebuah kesungguhan (jihad) sosial yang sangat mujarab untuk meredam laju kemiskinan hari ini.

Tidak ada komentar: