DPR Saniangbaka


MEMBENTUK DPR-DPR IWS

Oleh: Dr. ZH Datuk Sinaro Sati, M.Ag.

Substansi ide yang ada dalam tulisan ini hanyalah pengulangan dari apa yang pernah saya munculkan ketika Mubes IV IWS tanggal 11-12 Desember 2002 di kampung yang lalu. Melihat ide tersebut masih di awang-awang dan, menurut saya, masih sangat dibutuhkan maka ada baiknya disuguhkan kembali. Apalagi tidak start pelaksanaan ide ini adalah Mubes IWS, di mana alek tersebut sebentar lagi akan digelar.

Sebenarnya ada beberapa upaya alternatif untuk mengukuhkan eksistensi, kalau tidak bisa disebut menyelesaikan persoalan, IWS di masa mendatang. Tiga di antaranya adalah pemberdayaan sekretariat dengan mengkaryakan seorang sekretaris eksekutif di tiap level pimpinan untuk menjalankan rutinitas organisasi, deelitisasi pimpinan (pimpinan tidak lagi hanya dari kalangan dan keturunan tertentu saja), dan restrukturitasi IWS (perlunya pembaruan struktur kepengurusan IWS). Tanpa mengecilkan arti ide lainnya, saya akan menggunakan kesempatan ini untuk mengetengahkan ide ketiga (restrukturisasi organisasi), karena pembahasan dua ide lainnya memerlukan banyak energi, diskusi dan ketulusan hati. Barangkali pembicaraan ini bisa dikambang leba ketika kita bertemu dalam forum yang lebih luas.

Obesitas (kegemukan) aktifitas personal, pemikiran, anggota, program, dan permasalahan merupakan kendala utama dalam menjalankan roda IWS saat ini. Dapat dibayangkan, misalnya, sebuah DPC IWS mesti memenejemeni hal-hal tersebut di atas untuk seantero Jakarta yang semakin sibuk, luas, padat dan banyak tuntutan. Hal ini menyebabkan tidak sedikitnya “tugas-tugas” IWS yang tidak bisa dilaksanakan sehingga keberadaan IWS semakin mengecil dan menguap dari hadapan warganya. Barangkali ada baik pekerjaan berat ini didelegasikan kepada masing-masing kita sesuai dengan kemampuan dan kesempatan.

Melaksanakan amanah Anggaran Dasar IWS pasal 6 ayat 1 tentang adanya Dewan Pimpinan Rayon (DPR) IWS merupakan jawaban yang bisa dikemukakan untuk persoalan di atas. Di tiap-tiap pusat domisili warga dibentuk dan diaktifkan satu level pimpinan IWS terkecil yang disebut Dewan Pimpinan Rayon (DPR) IWS. Misalnya, untuk wilayah DPC IWS Jakarta, dapat dibentuk DPR IWS Jatinegara, Tanjung Priok, Ciputat, Depok, Tanah Abang, Pasar Minggu, Klender, Cileduk, Pondok Gede, Senen dan sebagainya. Begitu juga dengan DPC-DPC lainnya di seluruh Indonesia. Cara seperti ini juga bisa diberlakukan untuk semua organisasi otonom ekslusif yang ada di lingkungan IWS seperti pemuda, ibu-ibu, dan sebagainya. DPR-DPR inilah yang akan menjawab langsung dan melayani warganya. Dengan demikian, secara struktural, IWS memiliki tiga level pimpinan aktif yaitu DPP, DPC dan DPR.

Paling tidak ada tiga keuntungan yang didapatkan dengan dibentuk dan diaktifkannya DPR-DPR ini. Pertama, akurasi informasi. Wilayah, program kerja dan anggota yang lebih ramping akan memudahkan pengurus IWS untuk melaksanakan sensus warga dengan segala potensi dan dinamikanya secara cepat dan akurat. Data-data yang tepat dan benar ini akan sangat berguna bagi setiap anggota IWS untuk membangun komunikasi dan hubungan keluarga. Dengan demikian, distribusi berbagai informasi, pemungutan iuran, mengarajoan buruk-baik dan sebagainya dapat dilakukan dengan lebih simpel dan cepat. Kita relatif tidak akan menemui lagi alamat-alamat yang sudah kadaluarsa dan persoalan kronis warga yang tidak tersahuti sebab setiap perubahan kondisi warga yang terjadi dapat dipantau secepatnya atau dilaporkan pada masing-masing DPR IWS. Tentu saja masing-masing DPR juga harus punya pusat komunikasi utama yang dapat diakses oleh setiap warganya.

Kedua, adanya pembagian kerja yang jelas. Dengan dibentuknya DPR-DPR IWS, maka pembagian kerja untuk masing-masing level pimpinan dapat dilakukan dengan relatif mudah. Sebagai tingkat pimpinan terbawah, DPR bertugas mengayomi warga secara langsung. Di DPR lah diadakan sensus warga, diskusi, arisan, ta’ziyah, pungutan iuran, pengajian dan pertolongan pertama pada warga. Tugas seperti ini akan lebih bisa dilaksanakan secara baik dan merata oleh DPR dibanding DPC karena ruang lingkupnya yang lebih kecil. Sebagai lapis kedua, DPC bertugas mengkoordinasikan, memantau, menggairahkan dan membimbing DPR yang ada di bawahnya. DPC berdiri paling depan dalam melaksanakan acara serimonial organisasi dan membangun iklim kompetisi sehat antar DPR. DPC juga berfungsi sebagai tempat penyelesaian masalah yang agak berat seperti adanya warga yang mesti disantuni, dinasehati karena adanya penyimpangan prilaku, dan sebagainya. Sementara sebagai top level, disamping melakukan koordinasi umum, DPP bertugas melakukan hubungan ekstenal organisasi dan pengembangan. DPP lah yang bertugas memikirkan adanya sumber potensial ekonomi IWS, memperbaiki citra dan performa IWS di hadapan komunitas dan organisasi lain, baik lokal maupun nasional, dengan mengangkat simbol-simbol formal organisasi.

Ketiga, adanya pusat-pusat pengkaderan pimpinan. Sebagai tingkat terendah dan terkecil, DPR dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengasah dan melatih skill memimpin. Karena lingkupnya terbatas, warganya relatif sedikit, tingginya tingkat tolerasi dan saling memahami, maka tidaklah sulit menjadi pimpinan sebuah DPR. Kondisi ini mengantarkan seseorang, bahkan setiap orang, untuk belajar memimpin dan dipimpin dengan baik. Hasilnya, DPR akan memiliki stok handal, cukup berpengalaman dan telah teruji dedikasinya untuk memimpin IWS dalam skala tertentu. Ketika mengangkat pengurus yang lebih tinggi, seperti DPC dan DPP, kita akan lebih dapat mengenali dan menetapkan mereka yang relatif benar-benar berpengalaman, handal dan punya loyalitas karena dia telah dikader di “sekolah-sekolah kepemimpinan” yang bernama Dewan Pimpinan Rayon IWS. Organisasi tercinta ini tidak akan lagi mengangkat seorang pemimpin hanya karena kita mendengar dia dulu-dulunya di waktu kecil pernah aktif di sebuah organisasi, entah dia dulu benar-benar aktif atau hanya sekedar “katanya”. Kita juga akan dapat meminimalisir kesalahan dalam mengangkat pemimpin yang semata-mata hanya karena dia berasal dari keluarga “ningrat” di masyarakat tradisional kita, atau karena dia sudah masuk golongan berkantong tebal, atau karena dia terlihat vokal di forum resmi, atau karena sebab-sebab lain yang sedikit sekali kaitannya dengan skill dan dedikasinya untuk menjadi seorang pemimpin IWS di masa sekarang. Wa-Llahu a’lam bish shawab.

Tidak ada komentar: