Etika Jalan Raya


BER-ISLAM DI JALAN RAYA


Oleh : Dr. Zulheldi Hamzah, M.Ag.

Ada yang menyebut Juli 2007 sebagai bulan malapetaka bagi pengguna jalan di Indonesia. Apapun sebutannya, yang pasti, baru sampai setengah bulan pertama telah terjadi serentetan kecelakaan dengan banyak korban jiwa. Setelah belasan korban tewas karena bus yang ditumpangi terjun bebas di daerah Puncak, beberapa hari kemudian komedian Taufik Savalas juga meninggal karena kecelakaan. Mobil yang ditumpanginya ditabrak truk bermuatan semen. Berikutnya ada lagi sebuah bus bertabrakan dengan minibus yang merenggut 11 nyawa.

Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan oleh banyak pihak untuk menekan angka kecelakaan ini. Sebut saja sosialisasi peraturan lalu lintas, menumbuhkan kesadaran taat hukum, penertiban aparat, pembinaan masyarakat dan sebagainya. Namun upaya-upaya tersebut seringkali hanya memberikan hasil sesaat dan kemudian kembali lagi seperti semula. Ketidakikhlasan dalam berkesadaran merupakan sumbu sulitnya “memenej” kecelakaan tersebut. Taat tugas dan hukum hanyalah lip service guna meraih tujuan sesaat.

Saham Publik

Selain kelalaian, baik dalam berkendara maupun dalam perawatan kendaraan, kecelakaan umumnya disebabkan karena ulah mengemudi yang ugal-ugalan, meluncur dengan kecepatan tinggi serta tidak menghiraukan penumpang maupun pengguna jalan lainnya. Seringkali seorang pengemudi menggunakan jalan raya seenaknya tanpa menghiraukan kewajiban-kewajiban minimal yang harus dipenuhinya.

Di samping itu, kecelakaan menjadi akrab dengan keseharian kita lantaran prilaku tidak tegas dan main mata dari aparat yang bertugas. Tidak sedikit orang yang dengan mudah mendapatkan surat izin mengemudi (SIM), sekalipun dia tidak bisa mengemudi dengan benar. Ini sangat berbahaya, apalagi jika dia sopir kendaraan besar. Transaksi uang tidak jarang terjadi ketika pemeriksaan kelaikan kendaraan. Pemeriksaan jarang yang dilakukan dengan tuntas dan segala kekurangan dapat “ditambal” dengan lembaran uang. Inilah awal dari banyaknya kendaraan yang sebetulnya tidak layak jalan, tetapi tetap bisa lalu lalang di jalan raya.

Departemen Perhubungan dan kepolisian merupakan pihak yang sangat berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap keselamatan berlalu lintas. Jika mereka keras, tegas dan tidak mempan dengan uang pelicin, sangat besar kemungkinan tingkat kecelakaan akan berkurang. Saat ini, Indonesia termasuk negara dengan tingkat kecelakaan lalu lintas dan korban tertinggi di dunia. Ini sangat memprihatinkan karena nyawa manusia seolah menjadi tak berharga dan jalan raya menjadi kuburan bagi banyak penggunanya.

Masyarakat umum juga memiliki peran yang tidak kecil dalam berbagai kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas. Tidak jarang, dengan dalih ingin praktis, buru-buru, malas mengantri dan tidak peduli dengan peraturan keselamatan lalu lintas, pengguna kendaraan umum memancing terjadinya pelanggaran lalu lintas. Para penumpang lebih suka naik dan turun di sembarang tempat dibandingkan dengan halte yang memang telah disediakan.

Sulaiman dan Semut

Di antara beberapa prinsip Islam dalam konteks ini, ada dua ketentuan utama yang diajarkan oleh al-Qur’an. Pertama, tidak boleh sombong (QS. 31:18). Prilaku ugal-ugalan, suka melanggar rambu lalu lintas dan melaju dengan kecepatan tinggi tanpa kontrol merupakan buah kesombongan. Sifat itu telah menutupi akal sehat sehingga tidak menyadari bahwa semua aturan yang ada merupakan benteng kesalamatan bagi dirinya, juga orang lain.

Ternyata banyak orang yang suka ngebut di jalan raya bukan karena ingin memanfaatkan waktu secara maksimal atau mengejar urusan yang sangat penting. Bagi orang ini, ngebut di jalan raya hanya hobby negatif dan penyaluran bakat yang tidak pada tempatnya. Umumnya mereka banyak menghabiskan waktu sia-sia sebelumnya berangkat atau setelah sampai di tempat yang dituju.

Kedua, menghormati pengguna jalan yang lain. Etika berlalu lintas yang diajarkan al-Qur’an melalui kisah Nabi Sulaiman dengan sekawanan semut dapat dijadikan acuan efektif untuk meredam kecelakaan lalu lintas. Sulaiman dan semut mengajarkan sikap saling berbagi jalan dan saling menghormati. Semut yang sepenuhnya sadar dengan keterbatasannya memberikan Sulaiman kesempatan terlebih dahulu untuk menggunakan jalan. Mendapat penghormatan tersebut, Sulaiman yang seorang raja tidak lantas menginjak semut, tapi berhenti untuk menghormati dan berterima kasih sebelum melanjutkan perjalanan (QS. 27:17-19).

Sikap tidak bisa bersabar dan merasa paling berhak mendapat kesempatan pertama merupakan urat nadi berbagai kecelakaan. Banyak pengendara sepeda motor yang nekad melintasi jalur keteta api, akhirnya tewas, karena merasa berhak lebih dulu dibanding kereta api. Begitu juga dengan banyak kasus serobotan lampu merah traffic light dan mendahului kendaraan yang di depan. Semua prilaku negatif ini selayaknya diganti dengan prinsip pokok Islam di atas. Ber-Islam di jalan raya tidak hanya bisa dilakukan seorang muslim, tapi bisa oleh siapa saja.

Tidak ada komentar: