Standar rezeki



STANDARISASI REZEKI


Seorang pemulung terheran-heran berdiri di sebuah rumah besar nan megah yang telah ditinggal pemiliknya. Rumah yang baru selesai beberapa bulan lalu itu sedang disengketakan oleh suami istri dalam proses perceraian. Pemulung itu bingung, kenapa rumah semegah ini tidak dapat meredam keinginan pemiliknya untuk memutuskan tali pernikahan yang telah lama dijalani.

Setahunya, tidak ada yang kurang dengan keluarga ini. Mereka sangat berkecukupan. Punya beberapa rumah, mobil-mobil mereka berbandrol mahal, memiliki sepasang anak-anak yang cantik dan gagah, punya karir suami-istri dengan pendapatan besar, dan sebagainya. Tapi, entah kenapa, sepertinya mereka tidak pernah sepi dari masalah. Sang pengemis yang sangat mengidamkan kehidupan seperti ini sering membayangkan betapa bahagianya jika dia dan keluarganya tinggal di rumah semegah ini.

Itulah kehidupan. Kita seringkali salah menyimpulkannya. Banyak yang menduga bahwa materi sebagai kunci kebahagiaan dan kesuksesan hidup. Itulah sebabnya mereka memburu materi dengan segenap kemampuan, kekuatan, keahlian, bahkan kelicikan yang dimilikinya. Semuanya mengaburkan batas halal haram dan diridhai atau tidak oleh Allah. Meraka kalap, membabi buta. Dapat satu ingin dua, dua ingin empat, empat ingin enam belas dan seterusnya. Apa yang telah dimilikinya makin tak berharga, sementara apa yang belum di genggaman jadi impian dan obsesi sepanjang hari.

Masih ingat doa makan? Insya Allah, ya. Terutama bagi yang selalu membacanya sebelum makan. Atau, ada yang langsung makan saja tanpa baca doa? Baiklah. Doa itu berbunyi, "Allâhumma bâriklanâ fîmâ razaqtanâ waqinâ 'azâban nâr" (Ya Allah. Berkahi apa-apa yang telah engkau berikan pada kami dan jauhkanlah kami dari azab neraka). Doa ini memang pendek, namun sesungguhnya memiliki kandungan teramat besar dan berisi tuntunan eksak bagi kita dalam memperjuangkan hidup ini, khususnya mencari rezeki.

Berkah atau barakah dan penyelamatan dari api neraka adalah standar rezeki Ilahi. Berkah itu sendiri adalah substansi (hakikat) rezeki. Berkah inilah yang memberikan kepuasan sesungguhnya dan menyampaikan pada tujuan mencari rezeki yang sebenarnya. Ibarat tebu, berkah adalah air tebu itu sendiri. Seseorang mengambil tebu bukan untuk memiliki batangnya, apalagi ampasnya. Nilai tebu ditakar dari kuantitas dan kualitas airnya, bukan batang atau ampasnya. Rezeki tanpa berkah ibarat orang yang hanya mengunyah ampas tebu. Dia tidak akan dapat manisnya, tapi hanya sampah yang malah bikin sakit gigi, batuk, bahkan mungkin ada yang akan menyebutnya kurang akal.

Berkah itu anugerah Allah. Dia memberikannya pada hamba yang dikehendaki-Nya. Berkah tidak bisa dibeli dengan uang. Berkah didapatkan dengan keyakinan dan niat yang lurus pada Allah, ikhtiar dan upaya maksimal yang mengindahkan aturan-Nya, kerelaan menerima dan bersyukur atas semua pemberian-Nya, serta memakai atau membelanjakan menurut kehendak-Nya.

Pada giliran berikutnya, rezeki mesti menghindarkan seseorang dari bakaran neraka. Jika ada orang yang semakin murah rezekinya, tapi dia makin gampang melakukan dosa (tidak, jarang atau malas shalat, mudah berburuk sangka pada Allah, gampang memfitnah, doyan berzina, menikmati derita orang lain, makin rakus pada harta batil, dan sebagainya), yakinlah bahwa ada masalah serius dengan rezekinya selama ini. Berhentilah mencari rezeki dengan cara selama ini dan pindah ke cara lain yang diridhai-Nya.

Makanya, biasakan kembali membaca doa sebelum makan. Begitu juga dengan doa-doa lain yang diajarkan Nabi. Pelajari dan camkan maknanya. Semua itu bukan hanya pelajaran anak-anak TPA/TPQ, SD/Mi, atau TK/RA. Warisan Nabi itu adalah untuk kita semua. Wallâhu a'lam bish shawâb.