Lintah Sosial

LINTAH-LINTAH SOSIAL

Oleh: DR. Zulheldi Hamzah Dt. Sinaro Sati, M.Ag.

Menurut hadis shahih yang berasal dari Abu Hurairah serta diriwayatkan Bukhari, Muslim dan lainnya, ada tiga jenis manusia yang akan terlunta-lunta di akhirat. Allah sebagai penguasa tunggal pada hari itu, tidak mau berbicara dengan mereka. Bahkan, jangankan untuk berbicara, Allah tidak sudi melihat kepada mereka, apalagi untuk “melayani” atau mengurusi segala kebutuhan dan mendengarkan keluhan-keluhannya. Bagi mereka telah disiapkan azab yang pedih.

Siksaan pendahuluan yang dideskripsikan di atas menunjukkan penderitaan yang sangat berat. Dengan disebutkan bahwa dia tidak akan diajak berbicara oleh Allah dan tidak dilihat-Nya, sebenarnya sudah terbayang betapa menderitanya seseorang yang hadir di suatu tempat tapi tuan rumah tidak mau melayaninya. Dia tidak bisa keluar dari daerah itu, sementara tuan rumah tidak mempedulikannya. Penderitaan tersebut makin nyata ketika ditegaskan lagi bahwa Allah tidak akan mensucikannya, bahkan dia langsung disediakan azab yang pedih.

Orang-orang yang akan terlantar di akhirat itu adalah, pertama, orang yang tidak peduli pada kesusahan orang lain. Nabi menyebutnya “Seseorang yang punya kelebihan air minum di padang pasir tandus, tapi dia tidak mau membaginya kepada orang lain yang sangat kehausan di perjalanannya”. Inilah potret seorang individualis yang tidak peduli sama sekali terhadap rintihan orang-orang di sekelilingnya. Baginya, interaksi dengan orang miskin hanyalah merepotkan, bahkan merugikan. Makanya, dia sama sekali tidak mau membantu, walaupun dengan barang yang tidak terpakai lagi. Dia lebih suka menimbun, bahkan membuangnya, daripada dimanfaatkan oleh orang lain di sekitarnya.

Sikap ini sangat bertentangan dengan al-Qur’an. Kitab ini mendorong yang sebaliknya, seperti yang dicontohkan kaum Anshar. Orang-orang Anshar memperlakukan kaum Muhajirin dengan sangat baik dan menolong secara maksimal. Bahkan, orang-orang yang baru diperkenalkan pada mereka oleh Nabi itu diupayakan terbebas dari segala kesulitan, sekalipun kaum Anshar sendiri berada dalam keadaan kesusahan (QS 59:9). Sebenarnya, sikap tidak peduli terhadap penderitaan orang lain merupakan sebuah pilihan bodoh. Sikap tersebut akan mendorong orang lain berlaku tega membiarkan, bahkan ada yang sangat menginginkan, orang-orang yang tidak peduli tadi jatuh ke dalam kesengsaraan yang lebih parah.

Kedua, pedagang yang culas. Hadis di atas mengatakan “Seorang yang menjual sesuatu kepada orang lain setelah waktu Ashar. Ketika itu, dia bersumpah demi Allah bahwa barang tersebut dibelinya dengan harga sekian, padahal itu hanyalah bohong, sehingga akhirnya pembeli tertipu”. Agaknya hadis ini bukan hanya berbicara tentang pedagang, tapi mendeskripsikan setiap orang yang berusaha merenggut sesuatu dari orang lain secara manipulatif.

Orang-orang ini berupaya secara maksimal memanfaatkan ketidaktahuan, keterdesakan dan keterjepitan orang lain untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Setiap orang dipandangnya sebagai sawah ladang yang dapat diolah sedemikian rupa, terutama ketika dia lengah. Dia akan selalu menawarkan barang dagangannya, termasuk yang berupa slogan, program-program palsu dan cerita menarik yang dibungkus dalam kemasan yang paling terstruktur dan logis. Ketika itu, dia akan tampil seolah-olah seorang yang paling punya niat baik, pribadi shaleh dan individu yang sangat peduli dengan kesejahteraan calon mangsanya.

Ketiga, seseorang yang mendukung orang lain merebut tampuk kekuasaan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan duniawi. Dalam hadis dikatakan “Dia akan setia jika diberi bagian dari kekuasaan yang akan diraih dan akan menolak bekerja sama serta memberikan dukungan jika dia tidak mendapatkan apa-apa”. Mereka adalah makelar-makelar politik atau penjaja apa saja yang terkait dengan sumber-sumber kekayaan. Orang-orang ini tidak peduli sama sekali dengan nasib orang banyak, amanat rakyat dan benar atau salahnya regim politik atau seseorang yang didukung. Satu-satunya yang menjadi kepedulian yang dimilikinya hanyalah seberapa banyak bagian dan kekayaan yang mengalir ke kantongnya. Itulah target utamanya yang mesti didapatkan, walau apapun caranya, sekalipun dengan menggadaikan moral dan agama.