Islam - Barat


TITIK TEMU ISLAM-BARAT

Oleh: Dr. Zulheldi Hamzah, M.Ag.

Islam dan Barat telah lama hidup dalam kecurigaan, bahkan permusuhan. Sampai saat ini, masih banyak yang berpendapat, bahkan meyakini, bahwa Islam dan Barat merupakan dua “dunia” yang sama sekali berbeda dan tidak mungkin disatukan. Berbagai argumen digunakan untuk terus membenturkan keduanya. Para orientalis klasik yang tidak jujur telah berhasil menanamkan image dalam masyarakat Barat bahwa Islam adalah monster ganas dan tidak manusiawi. Pandangan keliru tersebut semakin diperkental setalah peristiwa “black September” 2001, walau hasilnya tidak selalu merugikan Islam.

Umat Islam juga memiliki gambaran yang tidak kalah kelamnya tentang Barat. Mereka digambarkan sebagai bangsa imperialis yang siap menghisap umat Islam. Segala kerjasama, bahkan uluran tangan, yang ditawarkan Barat sering ditanggapi dengan curiga. Dua persepsi keliru inilah yang sering menjadi pangkal salah paham dan salah aksi Islam dan Barat.

Tanah Barat untuk Islam


Sebenarnya Barat bukanlah lahan gersang dan tandus bagi Islam. Bagaimana pun situasinya, Islam dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Barat. Di Amerika Serikat (AS), negara yang diposisikan sebagai panglima Barat menghadapi Islam, Islam menjadi agama yang berkembang paling cepat. Saat ini, sudah ratusan masjid berdiri kota New York. Hal yang menggembirakan itu juga diikuti oleh Washington dan daerah lainnya. Kondisi ini sangat kontras dengan suasana 70-an, di mana saat itu sangat susah menemukan masjid di kota-kota besar tersebut.

Kehidupan Muslim di AS juga makin membaik. Berdasarkan jajak pendapat dengan 1.050 Muslim dewasa (18-29 tahun), Pew Research Center berkesimpulan bahwa kehidupan muslim AS lebih bahagia dan makmur dibanding muslim di benua Eropa. Hanya dua persen responden yang hidup dalam garis kemiskinan. Bandingkan dengan di Inggris (22 persen), Prancis dan Jerman (18 persen) dan Spanyol (23 persen). Mereka puas dengan kehidupannya dan memiliki pandangan positif terhadap masyarakat di luar komunitasnya. Hal itu terlihat jelas dari jawaban mereka terhadap pertanyaan yang diajukan seputar penghasilan, perlakuan pasca “Black September” 2001, hingga pandangan tentang bom bunuh diri.

Sebagai salah satu negara terkemuka di Eropa, Perancis juga menjadi lahan subur pertumbuhan Islam. Di Lille, sebuah kota di Utara Perancis, telah hadir Perguruan Tinggi Islam pertama di Perancis, yaitu Lembaga Ibn Sina untuk Ilmu-ilmu Kemanusiaan. Di lembaga yang telah mendapat pengakuan resmi dan mengikuti model pendidikan Perancis-Eropa ini akan diajarkan ilmu-ilmu syariah dan kebudayaan Islam. Menurut Muhammad al-Basyari, Pimpinan Lembaga Ibn Sina, tujuan lembaga ini adalah untuk menjawab segala fobia Islam. Lembaga ini akan menghadirkan gambaran Islam yang sesungguhnya dan utuh, termasuk dalam toleransi dan keterbukaan, sehingga segala salah paham terhadap Islam selama ini dapat dihilangkan.

Take and Give

Perkembangan terakhir menunjukkan mulai munculnya kesadaran “hidup bertetangga” di kalangan Barat dan Islam. Di Barat mulai muncul kajian objektif tentang Islam sehingga sosok Islam yang disajikan mulai menyejukkan. Robert N. Bellah, misalnya, mengakui bahwa masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad adalah masyarakat sangat maju dan demokratis di masanya. Begitu juga Karen Armstrong yang berhasil mengangkat Nabi Muhammad sebagai sosok agung dan suci, bukan orang gila dan suka perempuan seperti yang ada di benak kebanyakan masyarakat Barat selama ini.

Berbagai kalangan Islam juga mulai menyadari kekeliruannya. Sebagai manusia yang juga dibekali potensi fitrah, Barat kaya dengan “nilai Islami”. Ketika kembali dari Eropa, Muhammad Abduh mengatakan, “Saya menemukan Islam di Eropa, tapi tidak ada Muslim. Sedangkan di Mesir, Saya menemukan Muslim, tapi tidak ada Islam.” Barat juga memiliki budaya yang bernilai luhur tinggi. Mereka dikenal sangat disiplin, sopan di jalan raya, menghargai waktu, tapat janji, suka kerja keras, peduli hak manusia dan cinta lingkungan. Semua ini sesuai dengan ajaran Islam, tapi tidak jarang ditelantarkan oleh Muslim sendiri.

Ketangguhan lembaga keluarga Muslim juga bisa dijadikan solusi bagi keroposnya ikatan perkawinan di Barat. Fenomena revolusi seks yang hewani, mudah kawin cerai, kumpul kebo, pernikahan sejenis dan berbagai penyakit berkeluarga lainnya yang diidap Barat dapat diobati dengan mengadopsi norma berkeluarga dalam Islam. Kekaguman Barat terhadap keluarga Muslim ini juga bisa dijadikan pintu masuk untuk lebih mengenal Islam.

Hubungan Islam-Barat harus diluruskan. Barat tidak perlu lagi curiga terhadap Islam, begitu juga Muslim. Barat memang memiliki prinsip moral yang seringkali tidak sesuai dengan Islam, tapi bukan berarti tidak ada dari mereka yang patut diteladani. Kemajuan ilmu dan teknologi merupakan salah satu khazanah Barat yang harus dipelajari dan “diambil” umat Islam untuk mengejar ketertinggalannya. Inilah salah satu kewajiban jihad terdepan umat Islam saat ini.